Tampilkan postingan dengan label galungan di kupang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label galungan di kupang. Tampilkan semua postingan

Rabu, 17 Desember 2014

GALUNGAN 2014 : SUDAHKAH KITA MENANGKAN DHARMA SECARA SPIRITUAL ?



DHARMA WACANA Hari Raya Galungan 17 Desember 2014 
Di Pura Giri Agung Kertha Bhuana BTN Kulhua Kupang, Propinsi NTT
SUDAHKAH KITA MENANGKAN DHARMA SECARA SPIRITUAL ?
Oleh : I Putu Yoga Bumi Pradana, S.Sos, M.Si

Om Swastyastu
Patut kita berbangga karena pada hari ini segenap umat Hindu seluruh Indonesia merayakan hari raya Galungan yang merupakan hari kemenangan Dharma melawan Adharma. Ketika berbicara tentang kemenangan Dharma melawan Adharma, saya teringat akan kisah Mahabharata yaitu peperangan antara Pandawa (kebenaran) dan kaurawa (ketidakbenaran). Kemenangan Pandawa atas kaurawa bukanlah akhir dari sebuah kemenangan dharma melawan adharma, melainkan hanyalah sebuah awal dari perjuangan dharma itu sendiri. Karena sejatinya ketika Pandawa menang atas kurawa, maka saat itulah Alam Semesta memasuki jaman Kali Yuga dimana kebenaran hanya ¼ dari ketidakbenaran.
Kita yang hadir pada pagi ini merupakan pribadi-pribadi yang telah menang dari adharma, namun kemenangan itu hanya berupa kemenangan dari sisi ritual/upakara dan belum tentu dari sisi spiritual. Pertanyaannya apakah kita sudah menang dari sisi spritual atas adharma ? jika bapak ibu sampai saat ini masih menyimpan amarah, rasa benci, iri, dendam, menghina, dan memandang rendah kepada orang lain, merasa diri paling hebat dan sombong atas keberhasilan yang kita capai atau mengeluh dalam hati karena sembahyang ini panas, gerah, berkeringat maka saat ini juga bapak/ibu belum menang atas adharma secara spiritual. Karena sejatinya jiwa yang menang adalah jiwa yang selalu mengikhlaskan dirinya dan senantiasa tersenyum penuh kasih kepada siapapun.
Kepada para pemuda, jika lebih menyukai nongkrong di pinggir jalan, meminum minuman keras, berjudi ketika malam minggu dibandingkan sembahyang ke pura atau membiarkan pura ini kosong, kotor dan sepi dari aktivitas dharma atau hanya penuh ketika menjelang hari raya besar seperti galungan, maka sampai saat itu kita belum menang atas adharma itu sendiri.
Ritual persembahyangan yang kita lakukan pada hari ini janganlah sampai kita terlena dan mabuk sehingga lupa bahwa perjuangan melawan adharma baru saja dimulai, karena setelah persembahyangan ini justru godaan melakukan adharma semakin tinggi akibat euforia kita yang berlebihan. Kita harusnya memetik pelajaran dari peperangan besar mahabharata bahwa kemenangan Pandawa bukanlah akhir dari kemenangan dharma, melainkan hanyalah awal dari semakin besarnya godaan untuk berbuat adharma.
Lantas bagaimanakah kita mampu menjadi pribadi yang menang secara spritual atas adharma itu sendiri ? kemenangan secara spritual bukanlah bermakna bahwa kita menjadi manusia yang sempurna, tidak pernah melakukan kesalahan, tidak marah, tidak iri hati, tidak membenci dan sebagainya. Kemenangan secara spiritual adalah ketika kita mampu menyadari setiap makna atau nasehat baik yang diberikan oleh Tuhan dibalik setiap kejadian yang menimpa hidup kita, melihatnya dari sisi yang positif dan berupaya sebaik mungkin memperbaiki diri untuk menjadi pribadi yang lebih berguna dan bermanfaat bagi banyak orang serta yang terpenting lebih dekat dengan Tuhan melalui perbuatan yang baik sebagaimana yang diajarkan oleh Krishna.
Hukum karma mengajarkan kepada kita bahwa “Apa yang engkau Tabur, itulah yang akan engkau Tuai”. Hukum karma dapat menentukan seseorang itu hidup bahagia atau menderita lahir bathin. Jadi setiap orang berbuat baik (subha karma), pasti akan menerima hasil dari perbuatan baiknya itu. Demikian pula sebaliknya, setiap orang yang berbuat buruk, maka keburukan itu sendiri tidak bisa terelakkan dan pasti akan diterima. Dalam sloka Brhadaranyaka Upanisad IV.4.5. disebutkan bahwa :

Sadhukari sadhur bhavati pàpàkari pàpobhavati, punyah punyena karmanà bhavati, pàpàh pàpena, athau khalv àhuá, kàmamaya evàyam purusa iti, sa yathàkàmo bhavati, tat kratur bhavati, yat kratur bhavati, tat karma kurute, yat karma kurute, tat abhisampadyate"
artinya
Sesuai dengan perbuatan dalam hidupnya, Demikianlah manusia menjadinya. 
Ia yang berbuat Baik menjadi baik. Ia yang berbuat buruk menjadi buruk
Dan sesungguhnya seorang manusia dibentuk oleh keinginannya. 
Sesuai dengan keinginannya demikianlah keyakinannya. Sesuai dengan keyakinannya demikianlah perbuatannya. Dan sesuai dengan perbuatannya demikianlah Ia jadinya.
Kesimpulannya seorang manusia dengan Perbuatan-perbuatannya akan menuju nasibnya
Brhadaranyaka Upanisad IV.4.5.

Sloka ini berpesan bahwa jika setiap hari kita selalu memenangkan adharma dalam kehidupan kita, maka seperti itulah nasib dan hidup kita. Tak ubahnya api yang selalu membakar habis apapun yang dilaluinya. Lantas jika kita memiliki ajaran yang sedemikian bagus, mengapa kita seringkali lupa akan dharma dan tanpa sadar memenangkan adharma dalam hidup kita ?. Kita lebih mudah mendekatkan diri pada judi dan minuman keras yang justru menghabiskan uang kita atau obrolan yang membicarakan kejelekan atau aib seseorang dibanding sembahyang atau membaca kitab suci yang mungkin hanya membutuhkan beberapa menit dari 24 jam waktu yang kita miliki selama sehari. Sadarilah hal ini, maka sebagai seorang Hindu hendaknya pura jangan kita bangun secara fisik tapi marilah kita perlu bangun pura itu secara psikis di dalam hati kita.
Untuk merdeka secara spritual ada beberapa tips yang dapat saya bagikan pada hari ini :
1. Bangunlah Pura didalam hatimu;
2. Yakinlah apapun yang Tuhan lakukan adalah yang terbaik;
3. Berbuat dan Berserah;
4. Semua makhluk hidup adalah bagian dari Tuhan
5. Gantunglah harapan kita pada Tuhan bukan pada manusia
6. Selalulah berjalan bersama Tuhan.

Untuk lebih jelasnya mari kita bahas satu persatu
1. Bangunlah pura didalam hati
Suatu ketika saya berpikir dan bertanya dalam hati, kenapa kerajaan Majapahit yang merupakan kerajaan adi kuasa waktu itu bisa runtuh dan rakyatnya berganti keyakinan dari Hindu atau Siva Buddha ke keyakinan Non Hindu dalam waktu yang relatif singkat. Padahal kita memiliki bangunan pura yang super megah, Candi Prambanan, dan Borobudur misalnya dan candi-candi lainnya. Lantas mengapa ? jawabannya adalah karena kita terlalu sibuk membangun pura di bumi, menghiasinya, mengupacarainya tapi disaat yang sama kita lupa membangun pura di dalam hati kita. Ada sebuah cerita yang menarik mengenai makna dibalik membangun pura di dalam hati.
Pusalar membangun pura
Pusalar hidup di sebuah desa kecil d india selatan. ia ingin membangun sebuah pura untuk tuhan. lalu ia memulai menggali pondasi di samping pondok ladangnya yang sempit. setelah beberapa lama, lubang pondasi itu tetap menganga. pusalar tidak mampu membeli batu bata untuk meneruskan pembangunan pura itu. ia hampir putus asa. tiba-tiba pikiran bliryan muncul dibenaknya. ia dapat membangun pura dihatinya.  pusalar mulai menggali pondasi di  lahan baru itu. ia memulai membangun pura sedikit demi sedikit. ia memasang bata sehari satu. ia tidak mau terburu-buru menyelesaikan pura itu, sekalipun ia mampu, karena toh semua itu hanya dalam hati. ia tetap sadar bahwa ia adalah seorang petani miskin. ia tidak mau neko-neko, walau hanya dalam hati. sebab segala sesuatu mulainya dari hat. ia ingin menikmati pekerjaan yang ia persembahkan oleh tuhan.
Suatu hal sangat diperhatikan oleh pusalar dalam membangun pura yaitu pintu puranya harus lebar, agar setiap orang, terutama anak-anak, dapat keluar masuk pura dengan nyaman. Dengan demikian mereka akan senang ke pura. pusalar berpendapat, setiap orang harus mudah bertemu tuhan. sebab Tuhan tidak mempersulit orang yang ingin bertemu denganNya.
Setelah bekerja keras selama setahun akhirnyapura itu selesai. ia merasa sangat lega dan bahagia. ia bermagsud meresmikan pura itu, melakukan kumba abiseka atau ngenteg linggih. ia memohon kepada tuhan:" Ya Tuhan, pura yang ku bangun untukMu sudah selesai. besok saya akan mengadakan upacara kumba abiseka. sudilah kiranya Engkau datang menghadiri upacara yang sederhana itu. tapi Tuhan, tidak ada orang lain yang akan menyambutMu, kecuali saya. saya tidak ingin memberitahukan upacara ini kepada siapapun. bukan apa-apa, saya hanya khawatir mereka akan menertawai saya, karena semua itu hanya ada dalam hatiku."

Maharaja membangun pura
Entah kebetulan atau tidak, ketika pusalar mulai membangun sang maharaja juga memulai membangun sebuah pura di alun-alun di depan istana, di tengah-tengah ibu kota. pura itu haruslah sebuah pura yang megah, sebagai lambang dari kerajaan yang makmur. raja mendatangkan arsitek (sthapi), tukang batu dan tukang ukir (silpi) pilihan dari seluruh india. bahan-bahan, seperti batu bata, marmer, kayu, batu pualam di pilih yang terbaik dari seluruh negeri. ketika sudah selesai, pura itu menjadi monumen yang begitu megah mengagumkan. ia merupakan hasil karya seni yang tinggi. raja memutuskan untuk melakukan upacara kumba abiseka yag besar dan megah. raja mengundang para duta besar negara sahabat. sebuah pesta besar untuk rakyat dipersiapkan. malam sebelum upacara itu, dala tidurnya maharaja didatangi oleh Tuhan. 
• Tuhan berkata: "kamu harus mengundurkan upacara ngenteg linggih ini sehari!"
• Raja kaget: " Tuhan, semua sudah siap ada ap"
• Tuhan berkata:"Besok aku akan menghadiri upacara kumba abiseka pura yang dibangun oleh pusalar. jadi kamu harus mengundurkan upacara kumba abiseka puramu satu hari."
Tuhan lalu menghilang. maharaja bangun dari tidurnya. ia kaget dan kecewa. siapa gerangan pusalar ini? aku belum pernah mendengar ada orang lain membangun pura di seluruh wilayah negeriku. siapa gerangan pusalar sehingga Tuhan harus mendahulukan dia dari pada aku??
Pagi itu juga maharaja mngadakan sidang paripurna secara mendadak. agenda sidang itu hanya satu: hari itu juga ia harus tau siapa itu pusalar dan di mana ia tinggal. tengah hari informasi diperoleh. dan maharaja berangkat menuju desa dimaa pusalar hidup. seluruh warga desa kecil itu kaget. untuk apa maharaja mengunjungi pusalar? ada apa dengan pusalar? selama ini tidak ada yang memperdulikan petani miskin itu. maharaja menghampiri gubuk pusalar yang sederhana. pusalar kaget sekali, dan ia segara menyentuh kaki sang maharaja "Dimana puramu pusalar?" maharaja bertanya. pusalar menjadi sangat malu. selama ini tidak ada orang yang tau mengenai pura itu, karena semua itu hanya ada dalam hatinya saja. mungkin hanya orang miskin dan bodoh seperti dirinya yang membangun pura di dalam hati. takut ditertawai oleh penduduk desa yang berkerumun ingin tahu, serta para pengiring maharaja yang penuh waspada, ia mencoba mengingkarinya. maharaja lalu menceritakan mimpinya. pusalar kini merasa tidak takut lagi, karena Tuhan mengetahui dan memberkati apa yang ia karjakan. pusalar menunjuk dadanya: "disini yang mulia." Mendengar penjelasan pusalar, sang maharaja membungkuk dan menyentuh kaki pusalar ``Pura di bumi dan dalam hati``

Mengapa Tuhan mendahulukan Pusalar dari Maharaja? pertama tantangan yang di hadapi oleh Pusalar untuk mendirikan pura demikian besar, namun ia tidak putus asa. Bagi seorang Maharaja apa susahnya membangun sebuah pura yang besar & megah? Kedua, ketika Pusalar selesai membangun pura pertama-tama yang diingat adalah Tuhan. Dengan sepenuh hati ia memohon agar Tuhan berkenan mengunjungi puranya. Dengan kata lain ia memohon agar Tuhan memasuki hatinya. Ketika Maharaja selesai membuat pura, yang pertama-tama ada dalam pikirannya adalah membuat upacara yag besar, yang menggambarkan menggambarkan kemegahan, kejayaan dan kekayaan. Dan ia melupakan Tuhan. Dalam keinginan akan kemashuran, penghormatan & kebanggaan diri yang berlebihan, Tuhan memang tidak memiliki tempat.
Dalam Srimad Bhagvatam Tuhan bersabda : ``Sembahlah Aku melalui meditasi di tempat pemujaan yang terletak di dalam hati.``
Apakah membangun pura di bumi ini tidak perlu? Tuhan tidak melarang Maharaja membangun pura. Tuhan hanya meminta Maharaja menunda sehari saja peresmian pranya. Membangun pura di bumi ini sangat perli. Ia merupakan lambang keberadaan & kehidupan agama hindu. Pura juga merupakan citra agama & umat Hindu. Bila di suatu tempat ada pura, berarti di sana ada umat Hindu. Bila puranya besar, indah & bersih berarti umat Hindu di sekitar pura itu banyak jumlahnya, sejahterah hidupnya & tinggi perhatianya terhadap agama Hindu. Bila pura itu kecil & sederhana, berarti umat Hindu di sekitar pura itu sedikit jumlahnya, sederhana hidupnya, sekalipun belum tantu perhatiannya rendah terhadap agama Hindu. Di perdesaan di Jwa saya sering menyaksikan keberadaan pura-pura yang kecil ini, karena kehidupan ekonomi mereka sangat rendah. Tapi perhatian & aktivitas keagamaan mereka begitu tinggi.
Membangun pura di muka bumi sangat penting, karena pura merupakan tempat kita bertemu & berkumpul untuk sembahyang atau berdo'a bersama. Pura juga menjadi tempat bagi lahirnya karya-karya seni yang hebat. Pura juga menjadi tempat pendidikan.
Di berbagai wilyah di seluruh Indonesia, kini ditemukan berbagai situs candi. Dulu di tempat itu pernah ada candi yang hebat. Pastilah di sekitar tempat itu dulu terdapat kerajaan Hindu yang kaya & makmur. Kalau tidak, tidak mungkin mereka bisa membangun candi yang bisa bertahan sampai sekarang. Tapi sekarang candi-candi itu tinggal reruntuhan, karena masyarakat di sekitarnya tidak mau memeliharanya. Karena mereka sudah bukan Hindu lagi.
Rupanya dahulu para raja-raja Hindu hanya sibuk membangun candi fisik & ritual besar, tetapi lupa membangun candi sastra. Begitu ada kepercayaan baru datang menawarkan ajaran yang lebih jelas, terlepas apakah ia lebih baik atau lebih buruk dari ajaran Hindu, masyarakat Hindu langsung menerima ajaran baru itu. Karena selama ini agama Hindu hanya memberikan mereka berbagai macam ritual yang tidak dijelaskan makna intelektual atau spiritualnya, sehingga terasa menjadi beban.
Makna dibalik cerita
Cerita ini setidaknya mengajarkan kepada kita bahwa jangan lupakan Tuhan yang ada didalam hati kita dengan membiarkan puranya kotor, kosong dan sepi. Hati yang kosong secara spiritual merupakan sumber dari sifat keirihatian, benci dan amarah.
Jika Tuhan ada didalam setiap makhluk hidup, lantas mengapa kita masih membenci orang lain, marah dan jengkel kepadanya. Membangun pura membangun pura di dalam hati merupakan hal yang teramat sangat penting karena akan membuat pura di atas bumi menjadi abadi dan memenangkan dharma.

2. Yakinlah apapun yang Tuhan lakukan adalah yang terbaik
Yakin pada pekerjaan Tuhan merupakan pesan utama Veda. Dalam ajaran Karma, Tuhan mengajarkan bahwa hidup ini adalah sekolah bagi jiwa, piknik bagi sang tubuh dan evolusi spritual bagi sang atman. Setiap ujian dan cobaan yang datang pada diri kita merupakan ujian kenaikan tingkat agar atman bisa lebih dekat dengan Brahman dan mencapai Moksa. Ujian adalah guru bagi kehidupan kita. Maka mulai saat ini, jika ada orang yang berusaha membuat anda marah, jengkel dan benci, berterima kasihlah pada dia karena telah menjadi guru bagi kita. Ia datang memberikan ujian kesabaran, kasih sayang dan pemaaf bagi kita agar kita bisa lebih dekat dengan Tuhan. Karena setidaknya dia telah rela masuk neraka dan lahir menjadi orang yang hina hanya untuk mengajarkan kita tentang kebaikan, kesabaran, kejujuran dan kasih sayang.

3. Berbuat dan Berserah;
Dalam salah satu sloka Bhagavadgita disebutkan 
Hakmu adalah melaksanakan Tugas;
bukan menentukan hasilnya
Janganlah kamu berbuat hanya karena
didorong oleh hasil dari perbuatanmu
dan jangan pula mengikatkan diri
pada hasil perbuatan itu
(Bhagavad Gita 11.47)

Krishna sebagai Avatara Tuhan berulang kali dalam Gita  mengingatkan kepada manusia agar bekerjalah dengan ikhlas dan tanpa pamrin, yang semata-mata pekerjaan tanpa terikat akan hasilnya dan ditujukan hanya untuk Tuhan semata dan kesejahteraan semua makhluk hidup (Loka Samgraha). Maka mulai hari ini lepaskan ikatan kita akan hasil dari perbuatan yang kita lakukan, agar kita mampu menjadi yang bebas dan menang secara spiritual. Kita seringkali memenjarakan Tuhan dengan berbagai doa dan permohonan kita. Maka sesungguhnya apakah kita sedang berdoa atau menyuruh Tuhan ?. Kita minta ini dan itu, berbuat baik karena ingin sesuatu dari Tuhan, kita paksakan keinginan kita. Tapi disaat yang sama kita semakin terikat dengan doa dan permohonan kita sehingga menjadi penyebab dari duka dan penderitaan yang kita alami. Kita seperti anak kecil yang selalu merengek-rengek, jika Tuhan mengabulkan permohonan kita maka Tuhan kita anggap sebagai Maha Baik dan Pemurah. Namun sebaliknya jika Tuhan tidak mengabulkan doa kita, maka kita menghujat Tuhan, hilang kepercayaan kepadaNya, malas kepura, malas sembahyang, dan bahkan berpindah keyakinan. Tanpa kita sadari bahwa “apapun yang Tuhan lakukan adalah yang terbaik”. Terdapat lima tingkatan dalam doa yaitu :
A. Berdagang dengan Tuhan
Setiap kita berbuat baik, kita mengharapkan imbalan dari Tuhan, seolah kita berdagang dengan Tuhan. Bila kita bersedekah agar rezeki kita meningkat, yang kita dapat ya rezeki itu saja. Padahal sebenarnya terlalu sempit, padahal kalau niat iklas bersedekah karena Allah, kita bisa dapat lebih, tidak saja tambahan rejeki, kesehatan, anak yang pintar dan suputra.
B.  Meyakini Tuhan sebagai yang Maha Kuasa
Berarti sudah gak dagang lagi, benar-benar sudah meminta karena memang Tuhanlah sebagai sumber dari segala apa yang di alam semesta ini. Bila Tuhan telah berkehendak, tidak ada yang mustahil.
C. Minta diberikan yang terbaik
Inilah sikap berserah pada Tuhan karena kita menyadari bahwa Tuhan itu Maha Mengetahui dan “apapun yang Tuhan lakukan adalah yang terbaik”. Jadi apalagi yang kita khawatirkan ?
D. Mensyukuri nikmat dan karuniaNya
Siapa saja yang pandai bersyukur, pasti akan diberi kenikmatan yang lebih. Orang-orang yang masih berdoa dengan meminta ibaratnya masih kekurangan, sedangkan bagi orang yang sudah pandai bersyukur, justru penuh dengan kenikmatan. Semakin panjang permintaan, semakin banyak kekurangan.. Semakin banyak bersyukur, semakin banyak kenikmatan..  Wah, kesindir deh saya..
E. Berbuat seperti Tuhan dan Hanya untuk Tuhan
Inilah Pesan yang disampaikan oleh Krishna berulang kali dalam Gita. Maksudnya meniru perbuatan Tuhan artinya semua karunia yang kita miliki digunakan untuk kebajikan. Berbuat baiklah kepada orang lain, sebagaimana Tuhan telah berbuat baik kepadamu.


3. Semua makhluk hidup adalah bagian dari Tuhan
Inilah inti dari ajaran Tat Tvam Asi, aku adalah kamu dan kamu adalah aku atau kamu adalah itu (Brahman). Semua makhluk hidup bersaudara, Vasudewa Kutumbakam. Dengan menyadari selalu inti ajaran ini, maka tidak ada alasan bagi kita untuk membenci, marah, iri, dengki kepada orang yang lain.

4. Gantunglah harapan kita pada Tuhan bukan pada manusia
Kita sebagai manusia seringkali lupa bahwa jodoh, rejeki, kesehatan, umur merupakan kasih Tuhan. Kita seringkali menggantungkan harapan kita pada manusia dan lupa pada Tuhan. Padahal Tuhan adalah sumber dari segala apa yang ada. Krishna berkata “Akulah sumber dari segala apa yang ada di alam semesta ini”, Akulah Awal, Pertengahan dan Akhir setiap makhluk, bagiku tidak ada yang paling Aku kasihi dan Kubenci, namun siapapun yang berbakti padaKu dengan tulus dan ikhlas, Aku ada pada dia dan dia ada padaKu. Ketahuilah bahwa seluruh alamat semesta ini hanya ditopang oleh sepercik kecermelanganKu.”

5. Selalulah berjalan bersama Tuhan.
Pesan terakhir ini merupakan pesan terpenting. Selalulah berjalan bersama Tuhan. Krishna berpesan “Siapapun yang berbakti padaKu dengan penuh ketulusan dan keikhlasan, akan Ku lindungi apa yang dia punya dan akan Ku bawakan apa yang dia tidak punya”. Dalam sloka ini Tuhan sudah berjanji, lantas mengapa kita seringkali mudah menjauh dariNya dan ragu untuk bekerja dijalanNya. Tuhan sudah menjamin hidup siapapun yang dekat denganNya. Mengapa kita lebih mudah untuk berjudi dan mabuk-mabukan dibanding datang ngayah di pura. Mengapa kita mudah memenangkan adharma dibanding dharma dalam hidup ini. Hello Tuhan sudah berjanji, apa yang kita khawatirkan ?

Penutup
Demikian dharma wacana yang saya bawakan pada pagi hari ini, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Dan pesan saya adalah marilah kita jadi hari raya galungan ini menjadi momentum bagi kita guna menginstrospeksi diri untuk menjadi orang yang lebih baik, menangkan dharma secara spiritual. Jika ada rasa benci kepada orang lain, ayo mulai detik ini kita maafkan dia, sayangi dia, tali silahturahmi yang terputus, mari kita sambungkan lagi, kita saling maaf memaafkan sehingga hati ini, pura ini menjadi bersih, sejuk dan nyaman. William Jones dalam  sebuah pesan yang  indah sebagai berikut;

Tanamlah satu perbuatan, dan petiklah satu kebiasaan,
Tanamlah satu kebiasaan dan petiklah satu karakter.
Tanamlah satu karakter, maka kamu akan memetik
Nasibmu sendiri”.
Sekian dan terima kasih.

"Satyam Eva Jayate Nanrtam"  (Mundaka Upanisad III.1.6)
(Hanya Kebenaranlah Yang Akan Menang Bukan Ketidakadilan)

OM Santih Santih Santih OM
Biro INFOKOM : Satyam Eva Jayate.. JAYA